Pemanasan Global Memasuki Babak Baru 2024

Lebih dari sekadar emisi gas rumah kaca, Ini Penyebab Kenaikan Suhu Global 2023 Cukup Ekstrem

Pemanasan Global Memasuki Babak Baru

Divider 2

Rata-rata kenaikan suhu global mencapai 1,48 derajat Celsius, atau 2,66 Fahrenheit, di atas tingkat pra-industri, menurut laporan Pemantau Iklim Uni Eropa, Copernicus, 9 Januari 2024. Rekor kenaikan suhu global sebelumnya tercatat pada tahun 2016. Rekor kenaikan suhu ini mulai dipatahkan pada bulan Juni 2023. Sejak saat itu, setiap bulannya menjadi bulan paling hangat dalam catatan sejarah. 

Para ilmuwan iklim sudah tidak terkejut dengan kenyataan ini, mengingat tingginya emisi gas rumah kaca. Namun, mereka masih berusaha memahami apakah kenaikan suhu global saat ini akan terus berlanjut dan meningkat lebih cepat di masa mendatang.

Peningkatan suhu yang signifikan ini memberikan dampak di seluruh dunia. Contohnya, di Kanada yang mengalami musim kebakaran hutan paling merusak sepanjang sejarahnya. Kemudian, luas laut es di Antartika berkurang drastis akibat mencair. Pengurangan luas laut es di Antartika ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah. Gelombang panas yang tak berkesudahan juga turut melanda beberapa negara seperti Iran, Cina, Yunani, Amerika Serikat, Malawi, dan Chile.

Kesimpulannya, peningkatkan suhu global menyebabkan dampak yang merugikan dan ekstrem di berbagai belahan dunia, seperti musim kebakaran hutan yang parah, pencairan es laut yang masif, serta gelombang panas (heat wave) yang terus-menerus melanda beberapa negara.

Suhu Global Bulanan dibandingkan Dengan Tingkat Pra Industri

Tahun 2023 merupakan tahun terhangat dalam catatan sejarah planet ini dan mungkin dalam 100.000 tahun terakhir

Faktor Penyebab Kenaikan Suhu Global 2023

pemanasan global memasuki babak baru

Area yang semakin panas dan semakin dingin pada tahun 2023 dengan mengacu pada tahun 1991 – 2020

Para ilmuwan sedang menyelidiki beberapa faktor yang menyebabkan tahun 2023 menjadi sangat panas. Faktor-faktor penyebab kenaikan suhu global 2023 ini lebih dari sekedar peningkatan emisi gas rumah kaca. Beberapa faktor yang diperkirakan paling berpotensi menyebabkan kenaikan suhu yang cukup ektrem ini, antara lain:

  1. Letusan gunung bawah laut di dekat negara kepulauan Tonga, yang menyemburkan banyak uap air sehingga permukaan bumi memerangkap lebih banyak panas.
  2. Kebijakan penurunan polusi sulfur dari kapal-kapal yang baru-baru ini dibuat, menyebabkan penuruan emisi aerosol. Aerosol adalah partikel kecil yang mampu memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa. Nah, karena aerosol ini berkurang, otomatis radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke luar angkasa lebih sedikit jumlahnya. Dengan begitu, radiasi matahari lebih banyak terserap di permukaan bumi, sehingga menyebabkan suhu bumi semakin panas.
  3. El Niño yang dimulai tahun lalu (Tahun terpanas kedua yang pernah tercatat, 2016, juga merupakan tahun El Niño.).

Selama 100,000 Tahun Terakhir, Bumi Belum Pernah Sepanas Ini

Carlo Buontempo, Direktur Penelitian Iklim Copernicus, menyatakan bahwa suhu rata-rata global yang tercatat oleh tim-nya adalah yang tertinggi sepanjang sejarah Copernicus sejak didirikan pada  1850. Namun, ternyata bukti baru menunjukkan bahwa tahun ini adalah tahun terhangat bumi selama 100,000 tahun terakhir.

Beberapa negara dalam Konvensi Paris 2015 telah menandatangani kesepakatan bersama untuk berupaya menjaga kenaikan suhu bumi agar tetap di bawah 2 derajat, sembari mengusahakan penurunannya agar kurang dari 1.5 derajat Celcius. Angka tersebut ditetapkan bukan tanpa alasan, para peneliti berargumen bahwasannya, akan lebih aman bagi manusia jika Bumi tetap berada dalam rentang suhu di awal perkembangan manusia. Sebab, manusia dan kehidupan di Bumi telah berevolusi dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan tertentu dalam waktu lama.

Dengan tetap berada dalam rentang suhu aman tersebut, kita akan lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Melampaui batas rentang suhu tersebut dapat berpotensi menimbulkan tantangan dan risiko baru bagi kesejahteraan manusia, seperti perubahan ekosistem, cuaca ekstrem, dan ancaman terhadap ketahanan pangan.

Kenaikan suhu 2023 hampir mendekati ambang batas 1.5 derajat.  Para peneliti khawatir pada tahun 2024 ini, angka kenaikan suhu global akan melampaui ambang batas.

Divider 2

Namun, perlu dipahami bahwa meskipun angka kenaikan suhu global saat ini (1,48 derajat Celcius) mendekati ambang batas 1,5 derajat Celsius, hal ini belum dianggap sebagai kegagalan total dalam mengatasi perubahan iklim. Kenapa? Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan:

Pertama, Perjanjian Paris menetapkan target jangka panjang (puluhan tahun). Untuk dapat dianggap gagal, Bumi ini harus melampaui ambang batas kenaikan suhu 1.5 derajat setidaknya selama beberapa tahun ke depan secara berturut-berturut. Sementara selama ini, Bumi hanya pernah melampaui ambang batas tersebut selama kurang lebih setengah tahun pada 2023. Saat ini, pemanasan global masih berada di kisaran 1,1 hingga 1,3 derajat Celsius.

Kedua, ambang batas 1,5 derajat Celcius bukanlah suatu titik kritis (planetary tipping point). Gavin Schmidt, seorang ilmuwan iklim di NASA, mengatakan bahwa titik kritis adalah titik kenaikan suhu yang jika dilampaui, dampaknya tidak akan bisa dikendalikan dan diperbaiki.

Sebagai contoh, jika suatu saat nanti kenaikan suhu global mencapai 1,51 derajat, maka dampak yang dirasakan tidak akan terlalu berbeda dengan kenaikan suhu 1,49 derajat. Namun, jika kenaikannya dari angka 1,5 derajat ke 2 derajat Celcius, akan ada dampak yang signifikan (tetapi masih bisa dikendalikan), misal: terumbu karang yang rusak dan gelombang panas yang meningkat.

Gavin Schmidt menegaskan bahwa, di luar sana banyak yang menganggap: “Saat kenaikan suhu global melampaui 1,5 derajat, maka tidak ada lagi yang bisa kita lakukan”. Padahal anggapan tersebut salah. Saat ini kita masih punya harapan, tetapi bukan berarti kita harus bersantai-santai. Sekarang justru saat yang paling tepat untuk mengimplementasikan gerakan dan gaya hidup ramah lingkungan dimulai dari diri kita sendiri.

Kita bisa mulai mengurangi jejak karbon harian, dengan menghemat air, listrik, beralih ke transportasi umum dan produk ramah lingkungan, dan lain-lain.

Pemanasan Global Tidak Hanya Identik dengan Kenaikan Suhu Ekstrem, Tetapi Juga ...

Cuaca ekstrem, baik panas maupun dingin, merupakan dampak dari pemanasan global

Pemanasan global tidak hanya terlihat jelas dari kenaikan suhu yang drastis pada 2023, tetapi juga disertai serangkaian cuaca ekstrem dan tidak wajar. Misalnya, di area yang mengalami pemanasan justru turun salju sangat banyak saat musim dingin. Baru pada akhir 2023 The New York Times melaporkan jumlah salju yang turun sangat sedikit. Satu minggu setelahnya, salju turun dalam jumlah yang sangat banyak. Fluktuasi ini sebenarnya punya penjelasan yang sangat logis, lho!

Jadi begini, seiring dengan memanasnya Bumi, baik laut maupun atmosfer juga ikut memanas. Semakin panas lautan, otomatis semakin banyak pula jumlah air yang menguap ke udara. Semakin panas udara, semakin banyak uap air yang ditampung, sehingga hujan dan salju yang turun juga semakin banyak.

Bayangkan kombinasi hujan dan salju yang cair nantinya! Tentu hal ini memperparah risiko banjir, bukan? Jadi, kira-kira begitu gambaran bagaimana pemanasan global mengantarkan kita menuju perubahan iklim.

Divider 2

Related Post (Post Terkait)

Baca blog tentang lingkungan lain dari Frapperze. Semuanya Well-Researched dari sumber terpercaya!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top